Liputan6.com, Jakarta - Ditreskrimum Polda Jawa Barat bersama tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan Polres Garut menggelar pra-penyelidikan terkait kasus pembakaran bendera berkalimat tauhid yang diidentikan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Limbangan, Garut.
Direktur Ditreskrimum Polda Jabar Kombes Pol Umar Surya Fana mengatakan, pihaknya belum menemukan unsur pidana pada pelaku kasus ini.
"Karena perbuatan tersebut spontan yang dilakukan oleh oknum Banser yang mendasari terhadap konsensus yang telah disepakati sebelumnya. Sampai hari ini kami belum menemukan adanya sikap batin yang lain selain menghilangkan bendera HTI itu," ujar Umar di Mapolda Jabar, Rabu (24/10/2018).
Dia menyebut aksi pembakaran bendera dilakukan secara spontan tanpa ada niat.
"Tujuannya adalah agar tidak bisa digunakan lagi karena dia tahu HTI adalah ormas yang sudah dilarang pemerintah," kata dia.
Polisi mengamankan dua pelaku pembakaran dan ketua pelaksana kegiatan apel usai insiden pembakaran bendera tersebut.
"Contoh kalau dia punya niat dia bawa bensin, korek dibakar kertas dan sebagainya. Tapi di video, dia bakarnya susah, nyari kertas seadanya, korek saja minta-minta. Itu menunjukkan spontanitas dan pemahaman yang cuma sekadar itu saja. Sekali lagi ini hasil yang sementara didapat," beber Umar.
Pihaknya juga tengah menelaah beberapa opsi pasal untuk mengungkap kasus ini. Ada tiga pasal yakni UU ITE merujuk kepada video pembakaran yang viral, Pasal 174 KUHP tentang membuat kegaduhan dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan.
"Untuk 174 KUHP kegaduhan, mengganggu rapat umum ini akan muncul pelakunya. Siapa? Ya yang menyusup tadi. Untuk Pasal 406 KUHP, si pemilik bendera harus datang kepada kami untuk membuat keterangan. Karena jelas dalam pasal merusak sebagian atau seluruhnya atau melakukan perusakan (barang) hingga tidak bisa digunakan harus ketemu pemiliknya untuk menentukan siapa yang jadi korbannya," kata dia.
Umar mengatakan, kepolisian sudah mengantongi identitas orang yang dengan sengaja membawa bendera yang diduga menyusup ke dalam acara apel.
Dalam apel Hari Santri Nasional yang diikuti santri dan santriwati diketahui sudah mendapat izin dari instansi Polri.
Kegiatan peringatan hari santri di Alun-Alun Limbangan pada Senin 22 Oktober dipimpin inspektur upacara yang juga camat setempat.
Sebelum hari pelaksanaan, dibentuk dulu panitia acara peringatan HSN. Mereka lalu menggelar sejumlah rapat persiapan.
"Di dalam rapat acara tersebut ada notulensi," kata dia.
Umar menuturkan, dalam rapat tersebut panitia juga melakukan kesepakatan dengan peserta apel. Salah satu poin utamanya adalah peserta hanya boleh membawa bendera merah putih.
"Tidak boleh membawa atribut lain selain bendera merah putih. Kemudian dipertegas mungkin di acara sebelumnya pasti muncul bendera HTI atau bendera ISIS. Sehingga kesepakatannnya dilarang menggunakan bendera HTI dan ISIS," jelasnya.
Umar menambahkan, latar belakang acara HSN tersebut akan dibawa ke penyelidikan untuk melihat apakah insiden pembakaran terkait atau tidak. Sebab, jika berdasar kesepakatan dalam rapat akan kelihatan siapa yang berbuat kesalahan.
Umar mengungkapkan, dalam pelaksanaan HSN yang boleh mengikuti upacara hanya tiga kecamatan. Yaitu Limbangan, Leuwigoong dan Malangbong. Di luar ketiga kecamatan tersebut, peserta tidak diperkenankan ikut serta.
"Artinya apa? Kesepakatan yang tadi saya sebutkan hanya diketahui oleh tiga kecamatan tadi. Kalau ada orang lain di luar tiga kecamatan ini pasti tidak akan paham kesepakatan itu," jelasnya.
https://www.liputan6.com/news/read/3675890/polisi-sebut-tak-ada-unsur-pidana-dalam-pembakaran-bendera-di-garut
0 Comments:
Post a Comment