Dia menerangkan, September ini adalah bulan terakhir penyaluran rastra rutin ini. Itu pun, surat perintah (SP) distribusi belum diterima Bulog Banyumas.
Mempertimbangkan kondisi ini, Bulog Banyumas pun akan mengerem serapan beras petani. Pasalnya, di gudang Bulog saat ini sudah ada kisaran 17 ribu ton beras yang diperkirakan cukup untuk menjaga stabilitas harga beras di pasar hingga enam bulan ke depan.
Lesunya distribusi beras pun tampak dari operasi pasar yang dijadwalkan dimulai pada September ini. Pasalnya, harga beras di pasaran masih lebih rendah dari ketetapan harga beras untuk operasi pasar.
Pengusaha penggilingan padi menyuplai pedagang dengan harga Rp 8.200 per kilogram. Sedangkan, Bulog rencananya akan melakukan operasi pasar dengan harga Rp 8.500 per kilogram.
"Rencananya harga Rp 8.500 dijual ke konsumen dengan harga Rp 9.000 sampai Rp 9.500, ya ada margin sekitar Rp 1.000 untuk pedagang. Masih ditunda operasi pasarnya," dia mengungkapkan.
Menurut Sony, jika Bulog terus agresif menyerap beras, risikonya beras rusak lantaran disimpan dalam waktu yang lama. Padahal, pasar menghendaki beras berkualitas bagus. Menurut dia, langkah untuk menggenjot serapan sangat berisiko.
"Makanya, mungkin sebagian teman khawatir, dalam artian, kita tetap menyerap, tetapi dengan stok yang ada kita juga harus berpikir ulang. Mau dikemanakan?" ujarnya.
Meski demikian, Sony mengklaim Bulog Banyumas tetap rutin menyerap beras meski dalam jumlah tak signifikan. Tiap hari masuk antara 30-50 ton beras medium dari kontraktor.
Meski begitu, ia pun menjamin bahwa stok Bulog aman. Pun dengan ketersediaan gabah dan beras di tingkat petani dan pedagang beras.
"Stok aman ketahanan pangan masing-masing daerah minimal 100 ton per bulan. Berarti empat kabupaten 400 ton. Kita jauh melampaui itu," ujarnya.
Simak video pilihan berikut ini:
0 Comments:
Post a Comment