Liputan6.com, Jakarta Revisi Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2008 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok (Perda KTR) di Kota Surabaya, Jawa Timur dikhawatirkan berdampak terhadap kelangsungan industri hasil tembakau di wilayah tersebut.
Selain itu, sejumlah ketentuan dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya dinilai bertentangan dengan regulasi di atasnya, terutama Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Sejumlah ketentuan dalam revisi Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertentangan dengan regulasi di atasnya," kata Pimpinan Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM SPSI) Jawa Timur, Emanuel Embu, Jumat (25/1/2019).
Ketua Paguyuban Toko Surabaya Sri Utari juga mengaku menaruh kekhawatiran dengan rancangan perda tersebut. Dikatakan bila apapun peraturan perundangan, hendaknya sejalan dengan peraturan lain, apalagi yang lebih tinggi.
"Tentunya juga selalu melibatkan kami para pemangku kepentingan dalam penyusunannya," dia menambahkan.
Sedikitnya ada tiga poin dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya yang berpotensi merugikan dan mengancam keberlanjutan usaha yakni pertama, rencana larangan kegiatan menjual, mengiklankan, mempromosikan tembakau berlaku mutlak di lingkungan Kawasan Tanpa Rokok.
Hal ini disebut bertentangan PP 109 Pasal 50 ayat 2 yang menyatakan seluruh aktivitas tersebut tetap bisa dilakukan di tempat penjualan produk tembakau di wilayah KTR.
Kedua, dalam revisi perda KTR-KTM menyebutkan "dapat" menyediakan tempat khusus merokok. Keberadaan kata 'dapat' menciptakan multitafsir di mata publik. "Kata 'dapat' memiliki dua makna yaitu boleh menyediakan tempat rokok atau sebaliknya," katanya.
Dia pun menilai jika hal ini akan menyulitkan penegakan sanksi oleh aparat bagi mereka yang melanggar. Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 57 Tahun 2011 yang menguji materi Pasal 115 Ayat 1 Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan tegas memerintahkan penyediaan tempat khusus merokok di tempat kerja dan tempat umum. "Artinya, keberadaan tempat khusus merokok adalah sebuah kewajiban," ujarnya.
Ketiga, tempat merokok harus terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas.
"Poin ini tidak efektif diterapkan bila tidak diimbangi dengan penyediaan tempat khusus merokok di seluruh tempat kerja dan tempat umum seperti, kantor, pasar, hotel, dan gedung di Surabaya," kata Utari.
Utari menegaskan pihaknya tidak anti Perda KTR dan mengaku mau mematuhi dan melaksanakannya sepanjang ditetapkan secara adil, berimbang dan komprehensif. Sayangnya, lanjut dia, Raperda KTR Kota Surabaya menciptakan kegelisahan para pemangku kepentingan.
Nasib Buruh Rokok
Emanuel Embu menambahkan keberadaan tiga poin yang kontradiktif dalam revisi Perda KTR Kota Surabaya akan berimbas terhadap nasib buruh rokok.
Ia mengingatkan dalam kurun waktu 2013 sampai 2018 telah terjadi pemutusan hubungan kerja 7.000 orang di sektor tembakau akibat regulasi pemerintah. Padahal, kontribusi industri hasil tembakau terhadap pendapatan daerah dan nasional sangat besar.
Saat ini Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (RTMM) di Surabaya beranggotakan sekitar 15.000 orang yang tersebar pada 18 perusahaan.
"Keberpihakan Pemerintah Kota Surabaya terhadap industri rokok yang menjadi tempat bergantung hidup sangat kami harapkan," ujarnya.
Emanuel berharap pemerintah dan Pansus Perda KTR bijaksana mengambil keputusan. Saat ini revisi Perda KTR belum final karena masih belum terdapat titik temu antara DPRD dan Pemkot Surabaya, antara lain terkait tambahan tempat Kawasan Tanpa Rokok di tempat olahraga.
Sementara itu, Ketua Pansus Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DPRD Kota Surabaya memperdalam pembahasan delapan wilayah KTR yang diatur dalam raperda yang kini dalam pembahasan di Komisi D DPRD Surabaya. "Pembahasan raperda saat ini masuk substansi wilayah KTR," jelas dia.
Sesuai peraturan tersebut, lanjut dia, ada delapan tempat yang masuk wilayah KTR yakni sarana kesehatan, belajar mengajar, kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan lainnya.
"Ini yang kami perdalam lagi. Pada ayat kedua disebutkan ketentuan KTR diatur dalam Perwali (Peraturan Wali Kota) Surabaya," ujar Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Surabaya ini.
0 Comments:
Post a Comment