Liputan6.com, Teheran - Pada hari Senin kemarin, 24 Juni 2019, Donald Trump menegaskan bahwa Amerika Serikat memberlakukan sanksi baru yang tegas terhadap Iran, termasuk kepada pemimpin tertinggi negara itu, Ayatollah Ali Khamenei.
Trump mengatakan, sanksi tambahan itu merupakan tanggapan atas penembakan pesawat tak berawak (drone) AS dan "banyak hal lain". Demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (25/6/2019).
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif menyebut AS membenci diplomasi. Dalam sebuah cuitan yang ia tulis di Twitter setelah pengumuman pemberlakua sanksi tersebut, Zarif juga menuduh pemerintahan Donald Trump "haus akan perang".
.@realDonaldTrump is 100% right that the US military has no business in the Persian Gulf. Removal of its forces is fully in line with interests of US and the world. But it's now clear that the #B_Team is not concerned with US interests—they despise diplomacy, and thirst for war.
— Javad Zarif (@JZarif) June 24, 2019
Namun, Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin merespons, perintah eksekutif Trump --yang akan mengunci "miliaran" dolar aset Iran-- sedang dalam proses, sebelum Teheran menembak jatuh drone AS di kawasan Teluk pada pekan lalu.
Siapa yang terdampak?
Departemen Keuangan AS menambahkan, delapan komandan senior Iran yang menempati posisi tertinggi di sebuah birokrasi yang mengawasi aktivitas regional IRGC (Korps Pengawal Revolusi Islam), adalah sasaran mereka.
Mnuchin melanjutkan, "Perintah eksekutif Trump juga menolak akses kepemimpinan Iran ke sumber daya keuangan dan mengesahkan penargetan orang yang ditunjuk pada jabatan tertentu oleh Pemimpin Tertinggi atau Kantor Pemimpin Tertinggi Iran, serta lembaga keuangan asing yang membantu mereka melakukan transisi."
Selain itu, sanksi Amerika Serikat juga dikenakan pada Javad Zarif pada akhir pekan ini, menurut Mnuchin.
Apa yang Terjadi dengan Drone AS?
IRGC mengatakan, penembakan drone AS di kawasan Teluk adalah "pesan yang jelas" kepada negara tersebut bahwa perbatasan Iran adalah "garis merah" mereka.
Tetapi para pejabat militer AS mengklaim, pesawat tanpa awak itu berada di wilayah udara internasional di atas Selat Hormuz, tidak masuk dalam area kekuasaan Iran.
Amir Ali Hajizadeh, seorang perwira tinggi di IRGC, bersaksi ada pesawat militer lain, mengangkut 35 penumpang, yang terbang dekat dengan drone AS. "Kita bisa saja menembak jatuh yang ini, tapi kami memutuskan untuk tidak melakukannya," ujarnya.
Memperketat Sanksi
Memberikan sanksi pada Ayatollah Ali Khamenei adalah hal yang signifikan, menurut pakar Barbara Plett-Usher. "Dia memang Pemimpin Tertinggi, dengan suara pamungkas dalam politik dan militer Iran, dan dia memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar," tulisnya dalam kolom BBC.
"Dia mengawasi sebuah organisasi yang dikenal sebagai Setad, yang menyita properti yang ditinggalkan setelah Revolusi Iran tahun 1979. Ini kemudian berubah menjadi raksasa bisnis dengan kepemilikan sekitar US$ 95 miliar," imbuhnya.
Setad sudah ada di bawah sanksi AS, tetapi Donald Trump telah melangkah lebih jauh, menargetkan siapa pun yang terhubung dengan Ayatollah, mungkin termasuk mereka yang duduk di dewan perusahaan atau pejabat di "pemerintahan bayangan".
Oleh karena itu, menurut Barbara, pemerintah AS memperketat tekanan terhadap minyak dan memberlakukan sanksi keuangan, menunggu untuk melihat apakah Teheran pada akhirnya akan dipaksa menyerah dan menerima negosiasi.
AS menuntut agar Iran mengakhiri program nuklirnya, mengekang produksi misilnya dan menghentikan dukungan untuk milisi Arab.
0 Comments:
Post a Comment