Liputan6.com, Jakarta - Kasus terkait luapan lumpur di Sidoarjo masih berlanjut hingga sekarang. Terkini, Lapindo Brantas, Inc, dikabarkan harus membayar utang ke pemerintah sebesar Rp 773,3 miliar.
Lewat pernyataan resminya, Lapindo Brantas membenarkan kabar tersebut. Utang berasal dari Dana Antisipasi untuk Melunasi Pembelian Tanah dan Bangunan Warga Terdampak Luapan Lumpur Sidoarjo dalam peta area terdampak pada 22 Maret 2007. Teknis pembayaran disalurkan pemerintah ke warga terdampak.
"Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya memperoleh pinjaman Pemerintah berupa Dana Antisipasi Untuk Melunasi Pembelian Tanah Bangunan Warga Terdampak Luapan Lumpur Sidoarjo sebesar Rp 773.382.049.559," demikian pernyataan Lapindo bersama PT Minarak Lapindo Jaya, Selasa (25/6/2019).
Pihak Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya menyatakan akan melunasi pinjaman dana antisipasi tersebut, tetapi mereka mengingatkan perihal piutang kepada pemerintah sebesar USD 138 juta atau setara Rp 1,9 triliun.
Piutang itu berupa Dana Talangan Kepada Pemerintah atas Penanggulangan Luapan Lumpur Sidoarjo selama periode 29 Mei 2006 hingga 31 Juli 2007. Dengan piutang itulah Lapindo Brantas dan Minarak Lapindo Jaya ingin melunaskan utang pemerintah.
Perusahaan sudah memintah permohonan kepada Kementerian Keuangan untuk membayar utang dengan mekanisme Perjumpaan Utang.
"Menjumpakan Piutang Kepada Pemerintah sebesar USD 138,238,310.32 atau setara Rp 1,9 triliun dengan Pinjaman Dana Antisipasi RP 773.382.049.559. Usulan tersebut telah kami sampaikan kepada pemerintah melalui surat nomor 586/MGNT/ES/19 tanggal 12 Juni 2019," ujar pihak Lapindo Brantas dan Manarak Lapindo jaya.
Piutang Rp 1,9 triliun itu disebut telah diketahui pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan sudah diverifikasi oleh SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable). Hal itu tertuang pada surat SKK Migas No. SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.
Tanggul Lumpur Lapindo Ambles Bikin Warga Ketar-Ketir
Oktober tahun lalu, warga Dusun Pologunting Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin Sidoarjo, digemparkan terjadinya penurunan atau amblesnya tanggul penahan lumpur Sidoarjo atau dikenal dengan sebutan lumpur Lapindo. Warga khawatir lumpur dengan cepat meluber ke perumahan warga.
Sajin (58) warga setempat mengatakan penurunan tanah tanggul penahan lumpur terjadi pada pukul 12.30 WIB. Awalnya, dia melihat tiga truk yang biasa melakukan pengurukkan tanah untuk peninggian tanggul tiba-tiba pergi meninggalkan tanggul.
"Setelah kami lihat, ternyata tanggulnya jebol alias ambles," tutur Sajin, Jumat, 5 Oktober 2018.
Menurutnya, penurunan tanah terjadi kurang lebih sepanjang 200 meter. Meski saat ini belum terjadi luberan, masyarakat khawatir sewaktu-waktu bisa meluber ke perumahan warga. "Khawatir saja, soalnya air lumpurnya sudah terlihat," katanya.
Jebolnya tanggul penahan lumpur tidak hanya terjadi kali ini saja. Terakhir, diperkirakan terjadi empat tahun silam. Di samping itu, warga juga mengeluhkan terkait pembuangan air yang dibuang di lahan kosong dekat permukiman warga. Hanya saja, lahan kosong tersebut masih diketahui milik PPLS.
"Harusnya dibuang ke sungai Porong. Bukan di lahan sini. Kalau masuk ke rumahnya warga bagaimana," tanya warga.
Hingga saat ini, masih banyak warga yang berdatangan ke lokasi lumpur Lapindo. Mereka ingin melihat langsung dari dekat terjadinya penurunan tanah tanggul penahan lumpur Lapindo.
Trauma Terjebak Lumpur Lapindo, Warga Tanggulangin Mengungsi Malam-malam
Sepuluh kepala keluarga di Dusun Pologunting Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, mengungsi malam-malam. Hal itu menyusul amblesnya tanggul penahan lumpur Lapindo yang ada di titik 27 Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo.
Ketua RT 11, RW 3 Dusun Pologunting, Desa Gempolsari, Kecamatan Tanggulangin, Khoirul Anam mengatakan, sebagian warga mengungsi ke rumah sanak saudaranya. Warga khawatir akibat penurunan tanggul, lumpur mengalir dan kembali membanjiri pemukiman warga.
"Sembilan kepala keluarga sudah mengungsi tadi. Ditambah satu lagi kepala keluarga akan mengungsi juga," kata Khoirul Anam yang juga mengungsi ke rumah saudaranya, Jumat 5 Oktober 2018 malam.
Warga masih trauma dan dihantui peristiwa semburan lumpur Lapindo pada tahun 2006. Saat itu desa di Kecamatan Porong dan Tanggulangin tenggelam.
"Waktu itu kan kejadiannya saat warga tengah tertidur yakni menjelang shubuh. Nah, kita khawatir, kejadian itu terulang kembali. Salah satunya, ya tanggul jebol," jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Mustofa (60), ia mengaku memboyong istri dan tiga anak serta dua cucunya mengungsi malam-malam. Alasannya, menjaga keselamatan keluarganya dari hal-hal yang membahayakan. Ingatan soal lumpur Lapindo yang menenggelamkan rumah warga masih membekas kuat.
"Untuk sementara waktu kita mau pindah. Kita juga enggak tahu kejadian apa nantinya setelah tanggul jebol," ungkap Mustofa.
Dirinya belum memperkirakan sampai kapan akan mengungsi. Dia berencana akan tinggal di perumahan Puri Sidoarjo, tempat tinggal anaknya. "Yang jelas kita menunggu sampai aman," kata Mustofa.
0 Comments:
Post a Comment