Liputan6.com, Jakarta - Kabar gembira bagi guru honorer dihembuskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy. Ia mengusulkan agar gaji guru honorer yang belum diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) bisa setara Upah Minimum Regional (UMR).
Hembusan kabar gembira ini tentu saja langsung disambut dengan senyum lebar oleh para pahlawan tanpa tanda jasa. Salah satunya adalah Khayriah yang sudah bertahun-tahun menjadi pendidik.
Khayriah telah mengajar di SMA N 13 Maros Sulawesi Selatan lebih dari 10 tahun. Selama ini, pendapatannya jauh dari kata layak karena selalu di bawah UMR.
"Selama ini kita memperoleh gaji itu jauh jika dibandingkan upah minimum. UMR sini sekitar Rp 3 juta, sementara gaji guru honorer yang tersertifikasi saja, itu jauh di bawah itu. Jadi ini satu hal yang baik," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis 23 Januari 2019.
Meskipun baru rencana dan belum disertujui, Khayriah menganggap apa yang diusulkan itu merupakan bentuk langkah baik bagi para guru honorer. Hanya saja, menurut dia, pemerintah tidak bisa menyamaratakan sistem penggajian guru honorer jika nanti sesuai UMR.
Guru yang sudah disertifikasi pemerintah, harus mendapat tunjangan tersendiri. Baginya, selama ini guru honorer yang sudah tersertifikasi tersebut telah memiliki kemampuan dan kompetensi lebih tinggi jika dibandingkan yang belum tersertifikasi.
"Ya kita sudah diakui ini ilmu mengajar kita, kita sudah melewati satu tahapan lebih, masak terus disamaratakan dengan yang honorer belum tersertifikasi," tegas Khayriah.
Rencana untuk mendongkrak kesejahteraan para guru honorer ini dibicarakan oleh Mendikbud Muhadjir Effendy saat bertemu dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Rabu 23 Januari 2019. Dia pun meminta kepada Menkeu untuk mengalokasikan anggaran khusus tunjangan guru honorer.
Menurut dia, pemerintah memiliki tiga skema dalam mengatasi masalah guru honorer di Indonesia. Pertama, melalui seleksi CPNS dan kedua lewat seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Meskipun demikian dia mengakui tentu masih ada guru honorer yang tidak terakomodasi oleh dua skema tersebut. Mereka inilah yang diusulkan untuk mendapatkan tunjangan setara UMR.
"Kemudian kan masih ada tersisa guru honorer lah itu yang kita usulkan ke Bu Menteri Keuangan agar mereka ini dipastikan bisa mendapatkan tunjangan minimum setara upah UMR di masing-masing daerah," kata dia.
Dalam usulan tersebut, Mendikbud meminta agar untuk gaji guru honorer tersebut masuk dalam alokasi dana alokasi umum (DAU) agar tidak membebani keuangan daerah.
"Saya sebagai Menteri Pendidikan meminta supaya itu masuk di dalam anggaran APBN, DAU, tidak dibebankan ke APBD, karena kalau dibebankan ke APBD kita tidak bisa memaksa daerah untuk mengalokasikan, tapi kalau nanti masuk dalam DAU, terutama DAU untuk gaji guru, itu sehingga kita bisa kontrol," ungkap dia.
Meskipun demikian, dia belum dapat menyebut berapa besar anggaran yang dialokasikan, lantaran program tersebut baru di tahap awal pembicaraan.
"Akan ditindaklanjuti di level yang lebih bawah untuk dipetakan lebih rinci, supaya nanti bisa kita pasti ketersediaan dana dan memang ada orangnya. Kemendikbud sekarang ini sedang lakukan sensus terhadap guru honorer bahwa dia memang melaksanakan tugas seperti ketentuan yang berlaku," jelas Muhadjir.
"(Anggaran berapa?) Belum sampai ke situ. Baru pada kesepakatan-kesepakatan," imbuhnya.
Dia pun enggan mengomentari terkait apakah rencana tersebut akan berdampak adanya perubahan pada postur APBN. "(Ada APBN-P?) Itu Kementerian keuangan ya. Saya tidak tahu, tapi ada kesepakatan itu," ujar dia.
Dia mengharapkan, dengan terealisasinya rencana ini, guru honorer di Indonesia dapat mendapatkan upah yang layak. Diketahui, kata dia, terdapat 700 ribu guru honorer di Indonesia.
"Bertahap dan semuanya (dapat tunjangan). Semua kan soal pilihan. Bisa bertahap, tapi semua kan bisa," tandasnya.
Menanggapi, Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia Muhammad Ramli Rahim mengatakan bahwa pihaknya sebagai asosiasi siap mendukung upaya pemerintah untuk menjadikan para guru honorer ini lebih sejahtera.
"Prinsipnya itu langkah bagus, apapun upaya pamerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru baik honorer atau bukan, kita pasti dukung," kata dia.
Namun, sebelum melaksanakan kebijakan itu, Ramli mengusulkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa perbaikan tata kelol guru honorer di Indonesia, mulai dari perekrutan hingga pendataan guru honorer.
Diakuinya, selama ini belum ada data pasti yang dijadikan patokan, berapa jumlah guru honorer di Indonesia. Jika ini tidak dilakukan terlebih dahulu, dikhawatirkan sistem ini tidak tepat sasaran.
"Juga soal rekrutmen guru honorer itu juga harus jelas, ada tesnya, ada uji kompetensinya, seperti itu. Selama ini kan masih banyak guru honorer yang statusnya titipan," ungkap dia.
Perlu Pembicaraan Lebih Dalam
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan menindaklanjuti permintaan Mendikbud Muhadjir Effendy soal gaji guru honorer. Sri Mulyani menyebutkan masih perlu banyak diskusi yang harus dilakukan ke depannya mengenai hal tersebut.
"Kita terus mendiskusikan membahasnya untuk melihat semua aspek, akan coba terus bersama-sama menteri terkait mengatasi persoalan honorer ini," kata dia.
Selain mengenai upah, Sri Mulyani mengaku akan membahas mengenai beberapa hal lainnya. Seperti cara meningkatkan kualitas tenaga pengajar honorer di Tanah Air.
"Sekaligus memecahkan masalah kualitas karena ini kan bukan masalah akan digaji atau tidak, tapi persoalan apakah mereka bisa terus menjadi alat atau sumber daya yang bisa mendidik anak-anak didik kita? kan mereka profesinya guru jadi itu harus terus ditingkatkan, kita tadi bahas cukup banyak, aspeknya," dia menambahkan.
Menambahi, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu, Askolani mengatakan, pihaknya saat ini masih berkoordinasi dengan sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) terkait terkait hal ini.
"Masih akan dibicarakan lintas K/L dulu mengenai hal itu," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Askolani, masalah gaji guru honorer ini bukan hanya melibatkan Kemenkeu dan Kemendikbud, tapi juga melibatkan K/L lain seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Pemerintah memang cukup serius membangun Pendidikan. Terlihat, anggaran pendidikan yang terus mengalami kenaikan. Untuk tahun ini, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 492,555 triliun pada APBN 2019 untuk sektor pendidikan.
Dalam lampiran XIX Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 129 Tahun 2018 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2019 yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 29 November 2018 disebutkan, anggaran sebagaimana dimaksud termasuk Dana Abadi Penelitian sebesar Rp 990 miliar.
“Bentuk, skema, dan cakupan bidang penelitian yang dapat dibiayai menggunakan Dana Abadi sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,” bunyi Pasal 6 ayat (3) Perpres ini.
Mengenai alokasi anggaran dana pendidikan sebesar Rp 492,555 triliun, dalam lampiran XIX Perpres ini terdiri atas beberapa kelompok, yaitu:
a. Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 163,089 triliun
b. Anggaran Pendidikan melalui Transfer Daerah dan Dana Desa Rp 308,375 triliun
c. Anggaran Pendidikan melalui Pembiayaan sebesar Rp 20,990 triliun.
Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerinta Pusat itu terdiri atas Anggaran Pendidikan pada Kementerian Negara/Lembaga (K/L) sebesar Rp 153,726 triliun, dan Anggaran Pendidikan pada BA BUN sebesar Rp 9,363 triliun.
Tepat dan Harus Dilakukan
Pengamat Kebijakan Publik Robert Endi Jaweng mengatakan, rencana pemerintah memberikan tunjangan untuk guru honorer, dengan besaran nominal setara UMR dinilai sudah tepat. Langkah tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan dalam jangka dekat. Sebab saat ini pendapatan guru honorer masih memprihatinkan.
"Memang guru dan bidan sebaga garda terdepan pendapatannya rata-ratanya kecil. Memang harus diberikan subsidi negara," kata Robert kepada Liputan6.com
Robert menekankan, tenaga pendidikan dan kesehatan honorer memang sudah pantas mendapat peningkatan kesejahteraan. Sebab, kedua profesi tersebut sangat dibutuhkan masyarakat.
"Saya kira itu untuk dalam jangka pendek meningkatkan kesejahteraan tenaga guru dan kesehatan. Diluar itu nggak usah karena proses perekrutanya parah, di daerah itu supir dan pelayan rumah tangga juga honorer," tuturnya.
Menurut Robert, pemberian tunjangan untuk guru honorer hanya menjadi solusi jangka pendek untuk meningkatkan kesejahteraan. Sehingga pemerintah harus memikirkan nasib kedepanya, yaitu mengangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan proses seleksi yang telah ditetapkan, serta menjadikan sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Ke depan itu enggak boleh ada lagi honorer, itu hilang karena mandat Undang-Undang Aparatur Sipil negara hanya ada dua PNS dan PPPK," tandasnya.
0 Comments:
Post a Comment